HEADLINE9.COM, MARTAPURA-Beberapa waktu ini, ribuan mahasiswa hampir di seluruh kota-kota besar di Indonesia melakukan demonstrasi mengepung gedung DPR RI dan DPRD.
Para mahasiswa tersebut menyeruduk gedung parlemen untuk menyuarakan penolakan terhadap beberapa Rancangan Undang-Undang (RUU) yang akan disahkan oleh DPR RI.
Salah satunya adalah Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang penuh dengan pasal-pasal kontroversial, diantaranya sejumlah pasal yang memuat hukuman bagi pelaku korupsi yang lebih rendah daripada UU Tipikor, penghinaan Presiden, pidana makar, penghinaan bendera negara, pemidanaan promosi kontrasepsi, hukuman bagi perempuan yang menggugurkan kandungannya, pemidanaan gelandangan dan pidana perzinaan dan kohabitasi (hidup bersama sebagai suami-istri di luar ikatan perkawinan) serta pembiaran unggas dan hewan ternak.
Ketua Sementara DPRD Kabupaten Banjar, M. Rofiqi saat ditemui di ruang kerjanya pada Senin (30/9/2019) mengatakan RUU KUHP ini sudah menjadi pembahasan sejak dahulu.
“Dulu ketika saya masih kuliah di fakultas Hukum di tahun 2007, RUU KUHP ini naskah akademiknya disusun oleh dosen saya, Profesor Muladi. RUU KUHP ini tidak dibaca secara utuh isinya, penjelasannya dan latar belakang pembentukannya, hanya sepotong-sepotong saja dibahasnya,” ujarnya.
RUU KUHP ini ujar Rofiqi harus disahkan karena UU KHUP yang berlaku sekarang merupakan produk hukum Belanda yang bahkan hari ini tidak lagi dipakai di negara kincir angin tersebut.
“Yang hari ini masih menggunakannya hanya Indonesia, jadi sudah saatnya lah UU KUHP diganti. Kemudian masalahnya banyak pasal-pasal aneh. Kalau untuk masalah perzinahan, tentu kalau kita berlatar islam yang kuat sepakat dengan pasal tersebut, yang aneh itu justru pasal ayam masuk ke tanah tetangga, itu yang konyol,” ujarnya.
Ia menuturkan bahwa pasal perzinahan dimasukkan dalam RUU KUHP karena ada hakim Bisman Siregar yang memutuskan yurisprudensi orang yang berpacaran lalu melakukan hubungan suami istri tanpa pernikahan, dapat diajukan ke pengadilan dan dipidana.
“Alasannya dapat dipidana karena dianggap merusak barang milik orang lain. Ini pernah ada yurisprudensinya, makanya atas dasar itulah perzinahan masuk dalam katagori pidana. Dalam konsep hukum pidana dikatakan bahwa dahulu hukum untuk manusia, sekarang manusia untuk hukum. Jadi konsep hukum pidana yang digunakan sekarang dibalik dari yang dahulu,” ungkapnya.
Rofiqi menambahkan ia setuju dengan penggantian UU KUHP peninggalan Belanda dengan RUU KUHP buatan anak bangsa, tapi harus melakukan merivisi sebelum ditetapkan.
“Bagusnya diganti saja, cuma untuk pasal-pasal aneh harus di revisi. Karena negara tak harus mengatur seluruh kehidupan seseorang mulai ujung sepatu hingga kepala. Apalagi KUHP yang ada ditempat kita ini tak sama maknanya dengan yang di Belanda, hanya terjemahan saja yang kita pakai,” terangnya.
Penulis M Sairi