Headline9.com, BANJARMASIN -Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin memgeluarkan putusan menolak gugatan prapadilan dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).
Merasa gugatannya ditolak MAKI menyampakan kekecewaannya atas putusan tersebut. MAKI mengganggap kalau putusan dari pengadilan tersebut tidak relevan dengan materi gugatan yang disampaikan oleh pihak MAKI.
MAKI mengganggap kalau putusan majelis hakim justru tidak membahas pentingnya izin pengadilan untuk melakukan police line di jalur hauling batubara, di underpass Tatakan, KM 101 Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan.
Tidak puas dengan putusan PN Banjarmasin, MAKI berencana selanjutnya akan kembali melakukan gugatan praperadilan lagi.
“Kami mewakili ribuan pekerja dan pengusaha lokal yang terdampak police line dan blokade jalan oleh PT TCT di KM 101 sangat kecewa dengan putusan majelis hakim. Pengadilan justru tidak fokus membahas materi gugatan kami dalam putusannya. Kami akan daftarkan gugatan baru,” tegas H Boyamin Saiman, Koordinator MAKI usai sidang putusan di PN Banjarmasin, Senin (24/1).
Boyamin menegaskan, alasan majelis hakim mengenai police line di KM 101 Tapin masih dalam kewenangan tidak menjawab gugatannya. Karena inti dari gugatan MAKI menyangkut keabsahan penyitaan yang dinilai tidak sah, karena tidak ada izin dari pengadilan setempat.
“Dalam praperadilan tidak dikenal banding ataupun kasasi. Karena itu kami akan segera mengajukan gugatan baru yang lebih fokus, cukup dua halaman saja dengan fokus soal tidak adanya ijin pengadilan dalam pelaksanaan police line,” tegas Boyamin.
Boyamin mengungkapkan, praperadilan bisa dilakukan berulang-ulang sepanjang materinya berbeda dan alasannya berbeda.
Sementara itu, Kuasa Hukum Asosiasi Pekerja Sopir dan Tongkang Tapin, Kurniawan Adi Nugroho, mengungkapkan selama proses persidangan gugatan Praperadilan ini telah memunculkan sejumlah kejanggalan. Salah satunya saat persidangan Kamis (19/1) lalu. Dalam persidangan, termohon dari PT TCT Andi Nova dan saksi dari kepolisian Polda Kalsel M Arifin dihadirkan memberikan keterangan di hadapan hakim tunggal Putu Agus Wiranata.
Dari dua orang yang dihadirkan, saat ditanyakan tentang surat menyurat terkait kepemilikan di jalan hauling tersebut, tidak bisa melampirkan dokumen sertifikat resmi.
“Dari pihak (termohon) sendiri mengatakan legalitasnya enggak ada. Misalnya saya, punya tanah, itu butuhnya sertifikat. Mau SHM, HGP, HGU, macam-macam. Saksi TCT mengakui belum terbit itu (sertifikat),” ujarnya.
Dari keterangan lainnya, Kurniawan juga mengaku heran. Sebab, saksi saat itu juga tidak bisa menunjukan izin dari Ketua Pengadilan Banjarmasin terkait pemasangan police line.
Padahal, lanjut dia, hingga sekarang police line atau garis polisi masih terpasang. Seharusnya jika sampai sekarang masih dipasang, hal tersebut ranahnya sudah bicara penyitaan.
“Apabila bicara soal penyitaan, seharusnya ada surat dari ketua pengadilan, akan tetapi hingga sekarang tidak ada surat dari pengadilan negeri. Sampai sekarang tidak ada surat tersebut”, tegas Kurniawan Adi Nugroho.
Dari sidang sebelumnya, saksi ahli dari pemohon, Dr Hairul Huda, menyatakan bahwa pemasangan garis polisi terkait penutupan hauling mestinya wajib menyertakan surat izin dari pengadilan. (lin)