Headline9.com, MARTAPURA – Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Banjar, Lauhul Mahfudz, menyebut, PT Baramarta memiliki tunggakan utang pajak Rp400 miliar. Kendati begitu, perusahaan plat merah ini harus tetap menyetorkan deviden ke daerah.
“Tahun ini, PT Baramarta telah berkomitmen untuk menyetorkan keuntungan perusahaan kepada daerah kalau tidak salah sekitar Rp2 atau Rp3 miliar,” ungkap dia, usai memimpin Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama PT Baramarta, di ruang Komisi II DPRD Kabupaten Banjar, Senin (7/7/2025).
Komitmen utamanya harus menyetorkan keuntungan perusahaan untuk Pemerintah Kabupaten Banjar menjadi kewajiban PT Baramarta, tetap saja tunggakan pajak ratusan miliar lebih harus dibayarkan. Baru-baru tadi, progres pembayaran tunggakan yang dilaksanakan pihaknya baru sekitar Rp108 miliar dan sisanya masih berada berkisar Rp239 miliar lebih.
Apalagi harapan Bupati Banjar H Saidi Mansyur, PT Baramarta bisa memberikan deviden ke pemerintah daerah. Namun, upaya untuk mencari keuntungan dirasa sulit. Sebab, berdasarkan hasil pemeriksaan Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak pada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Republik Indonesia mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Banjarmasin hingga kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Kemudian dilakukan Peninjauan Kembali (PK) yang membuat perusahaan plat merah ini harus mencicil tunggakan utang pajak tersebut.
Ketika mengetahui PT Baramarta bakal melibatkan pelaksana lapangan untuk ikut melunasi utang itu, politisi NasDem itu memberikan jawaban tak terduga.
“Selama ini kan memang PT Baramarta yang membayar sepenuhnya tanggungan itu tanpa melibatkan kontraktor dan subkontraktor yang melaksanakan aktivitas pertambangan batu bara di lapangan. Tetapi kalau memang mereka mau dilibatkan, ya harus ada pembaharuan kontrak yang dituangkan di dalamnya,” ungkap Lauhul.
Jika tak dilakukan itu, menurutnya, PT Baramarta tak ada keterbukaan informasi lantaran tiba-tiba kontraktor dan subkontraktor diikutsertakan dalam menyelesaikan persoalan pembayaran tunggakan utang kepada pemerintah pusat. “Tak hanya daerah, seyogianya pusat mengapresiasi upaya Baramarta mau membayar utang pajak. Artinya, kita meminta beban tunggakan dikurangi lebih tepatnya disesuaikan dengan beban aslinya saja yang dibayarkan. Bukannya malah beban setelah kalah banding,” bebernya.
Untuk bisa menyelesaikan persoalan ini, Komisi II DPRD Kabupaten Banjar dan PT Baramarta bakal bertandang ke Dirjen Pajak Kemenkeu RI. Mengenai skenario pembayaran tunggakan sempat disampaikan Direktur Utama (Dirut) PT Baramarta, Saidan Pahmi, pada 9 Mei 2025 lalu. Pertama, pihaknya mencadangkan pendapatan disetiap produksi, utamanya di konsesi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang dikerja samakan dengan PT Madhani Talatah Nusantara (MTN) dengan berdasarkan hasil pendapatan produksi sekitar 20.000 per metrik ton. Begitu pula, dengan kontrak baru yang bakal ditandatangani. Di mana, selain soal tunggakan pajak PT Baramarta juga harus mencadangkan Rp15 miliar dalam rekening perusahaan pasca saldonya dinolkan Dirjen Pajak dampak keterlibatan adanya utang pajak menutupi beban lainnya.
Baramarta juga diketahui memiliki Beban Penerimaan Negara Bukan Pajak bersumber dari Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (PNBP IPPKH) sebesar Rp24 miliar yang tak dibayarkan kontraktor dan kini tidak ada lagi kerja sama dengan pihaknya akibat dampak wanprestasi (kegagalan) dalam hal melakukan pengelolaan. Otomatis, PT Baramarta harus menanggung dan melakukan skenario pembayaran tunggakan dengan mekanisme diangsur. Hal itu juga berdampak terhadap naiknya margin (biaya) produksi hingga 80.000 metrik ton.
“Kenaikan margin sebenarnya bervariasi, karena tergantung Stripping Rasio (SR) dan tofografinya. Artinya, semakin tinggi rasio pengupasan maka makin besar pula biaya yang harus dikeluarkan,” tutup Saidan, yang juga mantan anggota DPRD Kabupaten Banjar periode 2019 – 2024.
Reporter: Riswan Surya | Editor: Nashrullah






























