HEADLINE9.COM, MARTAPURA – Urang Banjar adalah masyarakat sungai. Tiap alur kegiatan tidak pernah bergeser dari kehidupan aliran sungai.
Buktinya, dari 290 desa dan kelurahan se-Kabupaten Banjar, 224 diantaranya memanfaatkan sungai dan 169 desa berada langsung di garis bantaran Sungai Martapura.
Disaksikan dari sisi budaya harus dilestarikan serta dijaga keasliannya. Sangat banyak aktivitas yang bersinggungan dengan sungai mulai kegiatan paling kecil seperti buang air atau transaksi usaha.
Satu yang mengganggu adalah tradisi buang air ke sungai, sejak lama kebiasaan itu mendarah daging. Sulit dihilangkan.
Diperkirakan, 9 ribu lebih jamban terapung memadati Sungai Martapura yang saban hari digunakan, minimal 12 orang. Pola buang air besar komunal di atas sungai itulah yang jadi biang keladi makin tingginya angka e-coli dan mencemari sungai.
“Air sungai tercemar tinja yang mengandung berbagai macam bakteri dan virus penyebab penyakit menular, sehingga menurunkan derajat kesehatan masyarakat,” ujar Bupati Banjar Khalilurahman.
Pernyataan Guru Khalil, sapaan H Khalilurrahman memperkuat program penghapusan seribu jamban selama 5 tahun.
Gerakan ini awalnya mustahil dan sulit diterima oleh warga pemilik langsung jamban, sebagian besar sangat tergantung dengan jamban terapung tersebut.
“Kalau dahulu sungai kita masih deras dan warga pengguna sungai masih sedikit. Sekarang berbeda, sungai makin dangkal dan tercemar. Kita asumsikan 1 orang buang hajat di sungai sekitar 1 kg, sedangkan pemakai jamban 12 orang, dan dikali 9 ribu jamban. Itu setiap hari lho, kita jumlah untuk satu bulan,” ujar Guru Khalil.
Berton-ton tinja yang dibuang ke sungai saat ini sulit terurai. Selain itu kehidupan bawah air juga terganggu dengan banyaknya tinja yang hanyut.
Padahal sanitasi sehat penopang derajat kehidupan masyarakat. Makanya, pemkab menerbitkan inovasi membuang jamban terapung dengan wc individual. Selama 5 tahun baru bisa dianggarkan seribu unit.
Kepala Bidang Cipta Karya Galuh Tantri Narindra menegaskan, program berbasis kemasyarakatan itu sulit direalisasikan ke masyarakat.
Perlu dukungan semua kalangan termasuk ulama, dengan pernyataan ulama masyarakat mau menurut.
”Upaya meningkatkan layanan sanitasi ini tidaklah mudah, karena banyak faktor kendala yang dapat menghambat, kebiasaan perilaku masyarakat yang kurang kesadaran, ekonomi lemah dan lahan yang terbatas,” pungkasnya.(sairi)