Headline9.com, BANJARBARU – Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Kalimantan Selatan menerima kunjungan dari Deputi Bidang Riset dan Inovasi Daerah (RID) pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kamis (16/5/2024) siang. Kedatangan mereka untuk melakukan kajian model kebijakan inflasi daerah. Di mana, Provinsi Kalsel merupakan 10 wilayah terendah nasional tahun 2023.
Dalam pertemuannya dengan BRIDA, poin utama dari kunjungan tersebut adalah melakukan pengumpulan data dukung kebijakan dalam penanggulangaan terhadap inflasi. Pengumpulan itu dilakukan dengan cara diskusi serta praktik baik melalui langkah apa saja agar inflasi di Kalsel dapat dikendalikan.
Analis Kebijakan Ahli Madya Deputi RID pada BRIN, Adhi Putranto, mengatakan, Kalsel pada Februari 2024 lalu berhasil menerima penghargaan sebagai 10 daerah terbaik nasional dalam penanggulangan inflasi. Sehingga, pihak BRIN tertarik untuk melakukan kajian yang terlebih dahulu melakukan pengumpulan data dan informasi sebanyak-banyaknya hingga tersusunnya model penanggulangan inflasi daerah secara nasional terkhusus di Indonesia.
“Dalam dua hari ke depan semoga kami bisa mendapatkan informasi ini sehingga mempelajari dan mengkaji praktik baiknya dalam menanggulangi permasalahan inflasi,” ujarnya.
Hal menarik sempat menjadi perbincangan panjang antara BRIN dengan peneliti BRIDA adalah bakal dibentuknya pengelolan pasar induk. Karena, menurut Adhi, kedekatan atau ketekaitan inflasi itu tidak jauh dengan produksi, distribusi, dan harga.
“Nah, kelemahan Kalsel saat ini adalah pasar induk. Isinya itu pedagang dan pengecer dalam jumlah atau skalanya besar. Dengan harapan, keberadaannya itu bisa menurunkan harga, bisa difungsikan sebagai pencatatan (pengumpulan) data baik dalam bentuk barang yang diterima bisa yang didistrubusikan itu lah maksud dari peran pasar induk,” paparnya.
Sebagai contoh, ia menjelaskan, saat ini komoditas ikan gabus terus ikut terdampak inflasi karena demand (permintaan tinggi) penyebabnya masih ketergantungan dengan alam. “Salah satu upayanya menjaga produksi, distribusi hingga harga bisa dilakukan melalui budidaya,” ucapnya.
Komoditas lainnya yang juga menurut pejabat dari BRIN ini turut andil dalam memberikan sumbangan inflasi di Kalsel adalah beras lokal (unggul). Jujur saja, masyarakat di Bumi Antasari masih meminati beras berjenis siam dan sebagainya. Akan tetapi, hasil jumlah produksinya dianggap sama bahkan cenderung turun karena lahan persawahan untuk sektor pertanian tahun ke tahun berkurang.
“Ini juga harus ada upaya dari pemerintah daerah jangan sampai terus mengalami penyusutan dan kalau bisa dibuka lahan baru untuk padi lokal. Terpenting itu berapa sih konsumsi masyarakat terhadap beras lokal. Sehingga, kita bisa mengatasi permasalahan inflasi tersebut,” katanya.
Ia mengungkapkan, untuk penanggulangan inflasi sendiri salah faktor kuncinya adalah memiliki data baik itu data distribusi dan produksi. Untuk itu, ungkapnya, perlu dibangun suatu sistem informasi dalam menanggulangi inflasi di provinsi.
“Nah, ini untuk memperkuat sistem informasi sebagai salah satu penunjangnya dan kita membutuhkan ekosistem penanggulangan atau distribusi untuk menekan inflasi itu,” ungkap Adhi Putranto.
Sementara itu, Peneliti Ahli Muda pada BRIDA Kalsel, Herry Pradana, menyampaikan, dari hasil kajian yang sudah dilakukan tim peneliti dalam mengentaskan permasalahan inflasi dianggap sudah sangat baik pelaksanaannya. Ini buktikan dengan berbagai upaya strategis melalui jangka pendek, menengah ataupun intervensi lewat program jangka panjang.
“Jangka pendeknya itu diselenggarakannya ‘operasi pasar’ memang ini yang terus dikejar Pemprov Kalsel sebagai jawaban sebagai fluktuasi harga maupun ketika permintaan meningkat di waktu tertentu,” ungkap lulusan Master of Business Administration ini.
Lebih lanjut, Herry, mengungkapkan, ada dua sudut pandang yang menyebabkan terjadinya inflasi. Apabila diteliti secara mendalam. Salah satunya adalah Demand Pull Inflation atau inflasi yang disebabkan permintaan meningkat ditambah suplai yang terbatas hingga kenaikan harga terjadi.
“Selain insiatif dari Pemprov Kalsel dalam melakukan operasi pasar, kemudain pasar murah. Tapi, ke depan juga harus dipikirkan yang mana kita perlu memiliki early warning sistem (sistem peringatan dini) dan sistem informasi pangan, juga sistem logistik daerah. Hal ini, saya ibaratkan sebagai ekosistem logistik yang dimiliki oleh Kalimantan Selatan,” katanya.
Artinya, menurut dia, ketika komoditas datang itu sudah bisa didata. “Secara rincinya kita sudah mengetahui jumlah yang masuk berapa ton, siapa yang menistribusikan ke kabupaten/kota, kemana tujuannya, berapa ton sebarannya. Terus berapa ton cadangan atau buffer stocknya, nah ketika kita sudah memiliki sistem informasi ini jelas sudah dibikin modelingnya seperti apa,” tutur Herry.
Jika data ini mampu dikumpulkan, setahun ke depan tren kapan terjadi kenaikan harga hingga stok cadangan pangan menipis tentunya Pemerintah Daerah (Pemda) sudah bisa antisipasi.
“Misalnya tahun depan terjadi kenaikan harga, permintaan dan penurunan stok di sejumlah pasar tradisional pada Maret atau April pada saat menjelang Ramadan hingga lebaran sudah bisa kita jauh-jauh hari meminta para petani untuk produksi. Ketika bulan tersebut berpotensi mengalami kenaikan harga dari pemda sudah bisa diantisipasi,” jelasnya.
Dalam artian untuk bisa memenuhi stok cadangan pangan agar tak terjadi inflasi maka Pemerintah Provinsi Kalsel perlu adanya pusat distribusi. “Baik itu dalam bentuk distribusi regional ataupun pusat logistik provinsi (pasar induk). Karena peranannya tersebut sangat penting, yang pada akhirnya mampu menjaga stabilitas harga ke depannya supaya inflasi kita di sini tetap terkendali,” tukasnya. (Adv)
Reporter : Riswan Surya
Editor : Nashrullah
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.