Headline9.com, BANJARBARU – Dinas Kehutanan Provinsi Kalsel mencatat sepanjang 2024 ada 27 kasus praktik illegal logging. Puluhan kubik kayu ilegal yang menjadi barang bukti dan dicap tak bertuan ini masih menjadi misteri. Terlebih, barang sitaan tersebut juga turut menyumbang kerugian negara hingga mencapai ratusan juta rupiah.
Kepala Seksi Pengamanan Hutan (Pamhut) Dinas Kehutanan Provinsi Kalsel, Haris Setiawan, mengatakan, 27 kasus yang terungkap ini merupakan hasil temuan di sejumlah daerah.
Di antaranya berasal dari Kabupaten Tabalong, Balangan, Hulu Sungai Selatan (HSS), Banjar, Tanah Bumbu dan Kotabaru. Tapi lokasi yang paling banyak diamankan 10 unit dari tim Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) berada di Sengayam, Cantung (Kotabaru) dan Kusan (Tanah Bumbu).
“1 kasus di Desa Liyu, Kecamatan Halong, Balangan, terus itu ada juga 1 kasus di HSS. Nah, sisanya terdapat di Sengayam, Cantung, Kusan hingga Kabupaten Tabalong. Kami juga mengamankan satu mesin senso pemotong kayu dan mengamankan kayu lok tak bertuan jenis ulin, meranti dan beberapa lagi kualitas di bawahnya,” ungkap dia, di ruang kerjanya, Senin (20/1/2024) siang.
Total yang diamankan, tutur dia, ada sekitar 30 kubik kayu hutan yang jenisnya dilindungi. Sayangnya, selama penelusuran pelaku sejak 2023 – 2024, para pelaku tidak pernah ditemukan di lapangan. Bahkan siapa pemiliknya, masih menjadi misteri yang belum diungkap oleh Dishut Kalimantan Selatan.
“Kalau rata-rata, kayu yang kita amankan ada yang 10 kubik dan ada pula sekitar 20 kubik. Agar intens, kami bersama Polri juga akan menggandeng TNI untuk memperkuat penindakan praktik illegal logging. Kasus yang paling banyak sebenarnya ada di Cantung tepat berada di kawasan hutan produksi, sementara di Sengayam yang kita temukan kayu tak bertuan itu masuk di kawasan hutan lindung dan sedangkan untuk Kusan malah ada di kawasan keduanya. Tapi saat kita lakukan penelusuran sebenarnya barang bukti ini tidak jauh dari permukiman dan masyarakat mengaku tidak mengetahui itu milik siapa. Jika ditotalkan nilai kerugian negara mencapai ratusan juta,” paparnya.
Ia menyebut puluhan kubik kayu yang diamankan ada dugaan milik seorang pengusaha. Tapi, pihaknya belum yakin atas hal tersebut. “Kemungkinan besar iya, namun kami masih melakukan penelusuran dan pendalaman siapa pemiliknya. Yang jelas, kami belum berspekulasi sampai ke sana,” bebernya.
Lalu, kayu illegal hasil sitaan tersebut apakah akan dilelang? Haris mengungkapkan, sejak 2021 kegiatan pelelangan tak pernah lagi dilaksanakan. “Kami simpan di KPH. Sejak 2021, kegiatan lelang tak lagi, justru tidak adanya ini kita harapkan pemiliknya datang. Potongan kayu yang sudah diolah ataupun baru ditebang kami dapatkan di beberapa kawasan termasuk hutan lindung, areal penggunaan lain (APL) dan hutan produksi,” ucap dirinya.
Akibat pembakalan liar tersebut, menyebabkan bukaan lahan makin meluas. Berdasarkan data hingga 2024 lalu, total kawasan hutan lindung di Kalsel yang kini terus gundul akibat aktivitas ilegal logging telah mencapai 100.000 hektare.
“Kita tidak ingin ada di lokasi kawasan hutan lindung menjadi kebun sawit, karena merupakan praktik illegal dan dilarang. Kita tahu sekarang sawit menjadi primadona, saat ini luas lahan hutan lindung menyusut hingga 2 hektare karena digunakan jadi lahan perkebunan. Beberapa titik seperti Kabupaten Banjar itu kasusnya sebenarnya lebih mengarah ke perambahan (buka lahan) sementara Tanah Bumbu dan Kotabaru lebih kepada praktik illegal logging. Ini memang masih menjadi PR kami sebetulnya,” pungkas Haris.
Reporter: Riswan Surya | Editor: Nashrullah