Headline9.com, MARTAPURA – Fitri, warga Desa Sungai Tabuk Keramat, Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar, yang sebentar lagi menginjak usia belia itu nasibnya tak seberuntung anak-anak lainnya.
Ia hidup sebatang kara, tak seperti umur anak lainnya yang harus menghabiskan waktu bermain bersama teman sebayanya. Dikala sekolah dia belajar, dikala pulang dia harus bekerja mencari sesuap nasi, banting tulang demi keberlangsungan hidupnya.
Kisah pilu ini juga menggambarkan betapa keras kehidupannya di usia sangat muda yang harus dipikul tanpa adanya dukungan orang tua disampingnya. Diusia 14 tahun tersebut, dirinya harus mengerjakan pekerjaan rumah layaknya orang dewasa. Wajah berkeringat dan mata sayunya seakan turut menggambarkan keadaan nyata yang terpaksa harus ia diterima.
Dia juga harus ‘survive’ semenjak bunyutnya meninggal dunia. Fitri telah dirawat sejak berusia 5 bulan. Takdir juga tak berpihak, orang tuanya tega meninggalkan Fitri seorang diri di rumah yang tak memiliki apa-apa. Bertahan hidup, dia harus banting tulang membantu dari rumah ke rumah tetangganya agar dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
“Kadang dikasih tetangga, kadang juga bantu belikan sambal dengan upah Rp7 ribu. Ini biasanya jadi uang saku untuk jajan sekolah dan memenuhi kebutuhan,” ucapnya.
Dia tinggal di rumah berukuran sempit, 3 x 2 meter, beratap seng dengan pondasi kerangka seluruhnya berbahan kayu menjadi saksi keprihatinannya. Bilik lusuh terpasang poster wajah ulama bak termakan usia, kondisi kasur yang dimiliki sebelumnya sangat tak layak. Ketika hujan, lantai tempat tinggalnya juga sering terendam banjir. Tak segan hewan melata seperti ular sering masuk. Wajar, karena lokasi berdiri rumahnya di atas lahan rawa. Ditambah, penerangan di rumahnya pun juga seadanya sebab tak memiliki KWh daya listrik dan bergantung pada tetangganya.
Sesekali Fitri mengusap air mata, mengingat perjuanganya selama bertahun-tahun hidup dalam kondisi kesulitan. Keberadaan orang tuanya pun masih dikatakan misteri dan sampai sekarang tak pernah menjenguknya. Meski demikian, dirinya merupakan gadis yang sangat rajin, ulet serta bertanggungjawab.
Fitri Dimata Tetangga, Rasa Iba Menyentuh..
Semenjak buyutnya telah kembali kepada sang khaliq, memaksa gadis asal kelahiran Barito Kuala (Batola) ini menjadi tulang pungung dengan memikul beban seakan perannya sebagai kepala keluarga. Sikap santun, sabar, manut (penurut) dan perilaku yang baik ditambah keluguannya, ternyata mampu menumbuhkan rasa iba kepada tetangganya yang tinggal tak jauh dari rumahnya.
“Fitri itu anak yang baik dan rajin, dia juga manut kalau diberi nasihat. Di bulan Ramadan, saya senang mengajak dia sahur dan buka puasa bersama di rumah. Dia anak baik,” ucap Midah, yang sesekali mengusap air mata seakan mengetahui kehidupan Fitri yang berjuang marajut asa dalam hidup sebatang kara.
Bak Intan Permata Berharga Tanpa Pelindung..
Bak intan permata berharga, Fitri menjadi pusat perhatian semua pihak. Dibalik itu, sosok orang tua yang tak kunjung hadir mendampinginya dan menghilang selama bertahun-tahun seakan memudarkan paksa usia mudanya.
“Saya tak bisa membayangkan bagaimana anak seusia Fitri harus bertahan seorang diri tanpa adanya orang tua. Ini adalah tanggungjawab kita bersama. Terus itu, anggota DPRD setempat harusnya selalu hadir saat mereka sedang membutuhkan bantuan, jangan datang ke masyarakat saat ingin Pemilu saja,” ungkap Anggota DPR RI, HM Rofiqi, yang juga duduk di Komisi XIII usai memberikan sejumlah bantuan kepada Fitri, Selasa (12/3/2025).
Sekolah dan Bantuan…
Fitri yang sudah duduk di kelas 7 Sekolah Menengah Pertama (SMP) itu terlihat semangat mengejar bangku pendidikan. Sambil mengayuh sepeda dengan tersenyum penuh harapan, dirinya tanpa lelah ingin mengejar cita-citanya. Berharap kelak, pengabdiannya tak sia-sia khususnya untuk bangsa dan negara.
Berkat kegigihannya Fitri, banyak orang tergugah untuk membantu keberlangsungan pendidikannya. Bahkan, ada yang siap menjamin keberlangsungan pendidikannya hingga bangku perkuliahan. Meskipun hal itu merupakan kewajiban orang tuanya.
Kini, kesedihan Fitri seketika mulai memudar. Selain mendapat iba dari tetangganya, berbagai pihak juga sudah banyak memberikan bantuan berupa moril dan materi. Satu sisi ia tak mendapat kasih sayang orang tua seutuhnya, perhatian orang lain justru mengalir. Pahitnya hidup yang dijalaninya berbuah manis kendati harus mengorbankan usia mudanya.
Penulis: Riswan Surya | Editor: Nashrullah