Selasa, September 2, 2025
BerandaBanjar MANIS Jadi Slogan, Rumah Martinah Jadi Bukti Pahitnya Kenyataan

Banjar MANIS Jadi Slogan, Rumah Martinah Jadi Bukti Pahitnya Kenyataan

Headline9.com, MARTAPURA – Puluhan tahun sudah Martinah hidup di rumah yang lebih pantas disebut gubuk reot ketimbang tempat tinggal. Dinding kayu tambal sulam, lantai lapuk, hingga atap bocor yang tak mampu menahan hujan. Mirisnya, kondisi itu dibiarkan tanpa sedikitpun tersentuh bantuan dari Pemerintah Kabupaten Banjar.

Ironisnya, program Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu) yang digembar-gemborkan justru mengalir ke rumah-rumah yang masih jauh lebih layak dibanding tempat tinggal Martinah. “Rumah bagus dapat bantuan, rumah yang nyaris roboh malah dibiarkan. Kalau bukan lucu, entah apa lagi namanya,” sindir Rahmani, menantu Martinah, Senin (25/8/2025).

img 20250826 wa0069762658937300549148
Banjar MANIS Jadi Slogan, Rumah Martinah Jadi Bukti Pahitnya Kenyataan 2

Rahmani mengaku sudah puluhan tahun menunggu uluran tangan pemerintah. Namun yang datang hanya survei dan foto-foto dari aparat desa. Hasilnya? Nol besar. “Lebih bagus kandang ayam dibanding rumah mertua saya. Pemerintah desa tahu kondisinya, tapi tetap pura-pura buta. Entah, mungkin menunggu rumah benar-benar ambruk dulu baru disebut tidak layak,” cetusnya getir.

BACA JUGA :  Istifghosah dan Doa Bersama Demi Keselamatan dari Pandemi Covid-19 di Masjid Al Karamah

Keluarga kecil ini tak hanya terhimpit kemiskinan dan rumah hampir roboh. Mereka juga merawat Ahmad Hilmi, anak berusia enam tahun dengan kondisi cacat lahir tanpa daun telinga dan bibir sumbing. Sejak lahir, Hilmi tak pernah mendapatkan penanganan medis. “Kami sudah menyerah berharap dari pemdes. Untung ada anggota dewan yang mau turun langsung, kalau tidak, mungkin suara kami tak pernah terdengar,” ucap Rahmani menahan air mata.

Anggota DPRD Banjar Wahyu Akbar yang sempat melakukan sidak ke rumah Martinah bahkan hampir celaka. Kakinya terperosok saat melangkah di lantai rumah yang sudah rapuh. “Kalau saya saja bisa jatuh, bagaimana penghuninya bertahan puluhan tahun? Pemkab Banjar mestinya malu, masa ada warga hidup di rumah seperti ini tapi tidak pernah tersentuh bantuan,” tegasnya.

BACA JUGA :  DLH Banjar, Akan Luncurkan Program Kanopi.

Kritik pedas itu bukan tanpa alasan. Rumah, sebagai kebutuhan dasar, justru seolah dianggap barang mewah yang hanya bisa diperoleh warga tertentu. Pemerintah desa, kecamatan, hingga kabupaten seperti berlomba menutup mata. Program ada, dana ada, tapi entah menguap ke mana.

“Katanya ada pemerataan bantuan, tapi kenyataannya masih banyak rumah bagus ikut dapat. Kalau rumah seperti ini masih dibiarkan, program Rutilahu tak ubahnya sekadar jargon di atas kertas,” pungkas Wahyu.

Reporter : Riswan |Editor : Nashrullah

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
- Advertisment -
- Advertisment -
- Advertisment -

Most Popular