Jumat, November 7, 2025
BerandaPemkab Banjar Sibuk Regulasi, Warga Sibuk Bertahan Hidup

Pemkab Banjar Sibuk Regulasi, Warga Sibuk Bertahan Hidup

Headline9.com, MARTAPURA – Hidup sudah sulit, birokrasi tambah menyulitkan. Itulah nasib keluarga Rahmani, warga Desa Tampang Awang, Kecamatan Tatah Makmur, Kabupaten Banjar.

Tinggal di rumah tak layak bersama mertua, berpenghasilan buruh serabutan, dan kini harus mendampingi putra mereka, Ahmad Hilmi (6), yang cacat fisik sejak lahir, di RSUD Ulin Banjarmasin.

Sayangnya, pemerintah daerah terkesan lebih pandai menyodorkan regulasi ketimbang solusi.

Meski BPJS Kesehatan Hilmi sudah aktif kembali, biaya pendampingan di rumah sakit justru membuat Rahmani dan istrinya, Mailani, kelimpungan. Bukannya memberi jalan keluar, Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan KB (Dinsos P3AP2KB) Kabupaten Banjar justru cuci tangan. Alasannya klasik: terhalang aturan Peraturan Bupati Nomor 8 Tahun 2023 dan Nomor 49 Tahun 2021.

“Penggunaan Belanja Tidak Terduga (BTT) hanya bisa dipakai untuk pendampingan di luar daerah. Kalau lokal, kami tidak punya kewenangan. Lagipula, pasien sudah ditangani RSUD Ulin dan BPJS-nya aktif,” ujar Kepala Bidang Pemberdayaan Sosial dan Penanganan Fakir Miskin Dinsos Banjar, Aswadi, Rabu (27/8/2025).

BACA JUGA :  Nasdem Kalsel Tegas Tolak Pajak Sembako, Berpotensi Menambah Penduduk Miskin

Sebagai gantinya, ia menyarankan keluarga Rahmani beralih ke BAZNAS Banjar. Tentu saja dengan syarat berlapis: surat keterangan tidak mampu dari desa, rekomendasi dari Dinsos, hingga setumpuk dokumen lain. Birokrasi yang tampak lebih rapi ketimbang kepedulian sosial itu disebut Aswadi sebagai “bukti pertanggungjawaban”.

“Kalau mendesak pun tetap harus ada surat-surat. Itu aturan. Kami hanya memberi rekomendasi dan menunggu,” tambahnya enteng.

Sayangnya, Pemdes Tampang Awang juga tak lebih gesit. Kepala Desa H Ideris mengaku baru mendampingi Hilmi ke rumah sakit bersama bidan desa setelah BPJS tak aktif karena lama absen dari posyandu. Soal usulan bantuan ke Dinsos maupun BAZNAS? “Memang tidak ada,” katanya.

Sementara itu, Rahmani yang hidup dari pekerjaan serabutan, mengaku penghasilannya sering tak sampai Rp50 ribu per hari. Motor pun tak punya, apalagi tabungan untuk biaya pendampingan anaknya yang lahir dengan bibir sumbing dan tanpa daun telinga. Ironisnya, selama puluhan tahun hidup miskin, ia mengaku tak pernah sekalipun merasakan bansos dari Pemkab Banjar.

BACA JUGA :  Disbunak Kalsel Kunjungi Kebun Kopi dan UPH Di Lok Tunggul

“Syukur ada anggota DPRD Banjar, Wahyu Akbar, yang langsung datang melihat kondisi kami. Kalau menunggu bantuan pemerintah? Entahlah,” ucap Rahmani getir.

Di tengah jargon “Banjar Berkah” yang sering didengungkan, keluarga miskin di pelosok masih harus berhadapan dengan tumpukan aturan, surat menyurat, dan birokrasi berlapis –alih-alih pertolongan nyata. Rupanya, di Banjar, miskin pun harus hafal regulasi.

Reporter: Riswan | Editor: Nashrullah

- Advertisment -
RELATED ARTICLES
- Advertisment -
- Advertisment -
- Advertisment -

Most Popular