HEADLINE9.COM, MARTAPURA – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Banjar kembali menggelar Rapat Paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Banjar, M. Rofiqi dan juga diikuti oleh Bupati Banjar, H. Khalillurrahman yang berada di Command Center Barokah, Mahligai Sultan Adam via video conference, Rabu (08/07) pagi.
Rapat paripurna kali ini beragendakan Pemandangan Umum Fraksi-fraksi DPRD Terhadap Raperda Kab. Banjar Tentang Pertanggung Jawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2019 dan Jawaban Bupati Atas Pemandangan tersebut.
Pada rapat paripurna sebelumnya, Bupati Banjar mengungkapkan target pendapatan pada APBD tahun 2019 sebesar 1,951 triliun rupiah, namun yang terealisasi pendapatan APBD tahun 2019 sebesar 1,901 triliun rupiah atau 97 persen dari target awal.
Sedangkan untuk sisi belanja di APBD Banjar tahun 2019 sebesar 1,912 triliun rupiah dan pada anggaran perubahan menjadi 2,067 triliun rupiah.
Fraksi Gerindra yang diwakili Syarifah Sakinah mengungkapkan pihaknya mengucapkan selamat atas diraihnya prestasi yang membanggakan, yakni Opini WTP secara berturut-turut yang ketujuh kalinya.
“Kinerja seperti ini harus dipertahankan dan bisa selaras dengan kinerja pembangunan demi kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Banjar,” ucapnya.
Syarifah Sakinah menambahkan Fraksi Gerindra secara garis besar menerima pertanggungjawaban Bupati Banjar ini karena dipandang sudah cukup baik, namun memberikan beberapa catatan.
“Angka kemiskinan di tempat kita masih tinggi, karena itu Pemkab Banjar harus menekan angka kemiskinan. Selain itu kinerja keuangan perusahaan daerah perlu di tingkatkan sebagai sumber Penerimaan Asli Daerah (PAD),” katanya.
Fraksi Gerindra meminta agar ada pengelolaan manajemen keuangan perusahaan daerah diperbaiki dan langsung dikelola oleh Pemda, bukan oleh pihak ke 3 agar pendapatan daerah bisa bertambah.
Selain itu Fraksi Gerindra Banjar menginginkan agar Pemkab Banjar juga harus melakukan evaluasi pelayanan rumah sakit agar lebih baik dalam melayani masyarakat menengah ke bawah dan meratakan pembangunan hingga ke pedesaan dengan peningkatan infrastruktur, sehingga ekonomi desa bisa bergerak.
“Saat ini pembangunan baru 60 persen di perkotaan, baru sisanya di pedesaan. Padahal masih banyak jalan dan jembatan yang tidak layak dan memadai. Karena kami berharap ke depan hal tersebut dapat menjadi perhatian,” terang Syarifah Sakinah.
Sedangkan Fraksi Golkar yang di wakili Rahmat Saleh mengatakan pihaknya juga menerima laporan pertanggungjawaban APBD 2019 yang diberikan oleh Bupati Banjar.
“Peningkatan PAD harus menjadi prioritas, walaupun kita tahu saat ini pandemi yang sedang berlangsung sangat berpengaruh pada roda perekonomian. Karena itu kami memberikan catatan agar Pemkab lebih giat mengawasi retribusi di sektor perdagangan. Pemungutan retribusi ini harus diperhatikan dan jangan sampai memberatkan investor yang ingin berinvestasi yang mengakibatka dayanl saing kita lemah dibandingkan daerah lain,” bebernya.
Fraksi Golkar juga menyayangkan beberapa perusahaan daerah seperti PD Pasar Bauntung Batuah yang pendapatannya tidak signifikan menyumbang PAD, selain itu PD Baramarta juga menjadi sorotan karena pendapatan yang semakin turun karena deposit batubara yang menurun.
“Karena itu Pemkab harus melakukan kajian dan audit mengenai kinerja perusahaan daerah ini. Pemkab juga diharapkan memberikan pernyataan yang tegas pada masyarakat mengebai Rancangan Tata Ruang Wilayah kita, jangan sampai ada perbedaan versi,” jelasnya.
Sementara Fraksi Nasdem yang diwakili Ahmad Sarwani meminta penjelasan dari Bupati Banjar mengenai realisasi retribusi yang hanya 87 persen dari target 6 miliar rupiah.
“Padahal pendapatan retribusi kita pernah melampaui target. Begitu juga pengelolaan kekayaan daerah, targetnya cukup rendah hanya 2 miliar dan realisasinya hanya 38 persen dari target,” ungkapnya.
Demikian pula Fraksi PPP yang diwakili Zaini mengungkapkan fraksinya prihatin atas kinerja SKPD terkait yang menangani pemungutan retribusi.
“Perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja SKPD terkait. Perlu ada tim profesional yang melakukan audit. Demikian pula dengan minimnya PAD dari pengelolaan kekayaan daerah yang dilakukan perusahaan daerah, padahal penyertaan modal yang diberikan sangat besar, tak sebanding dengan profit yang di dapat,” Ucapnya.