BATULICIN-Inspeksi mendadak (Sidak) mantan bupati Tanah Bumbu periode 2010-2018, sekaligus Ketua Tim Pemenangan pasangan calon bupati dan wakil bupati nomor urut 1, Mardani H. Maming beraroma “settingan” karena menimbulkan tanda tanya besar dilakukan ditengah tahapan masa kampanye Pilkada Serentak. Kecurigaan itu tercium Tim Pemenangan paslon nomor urut 3 karena terdapat kejanggalan.
Dalam sidaknya Selasa (10/11), Mardani yang mundur dari jabatannya sebagai bupati pada 2018 lalu itu, turut serta sebagai ‘penumpang gelap’ digerbong rombongan DPRD Tanah Bumbu. Saat inspeksi, kepada media ia mengaku menemukan pasien beinisial W tidak dilayani, tapi anehnya kemudian tiba-tiba bisa mendapatkan pelayanan gratis.
“Pertama, saya membaca berita mantan bupati sidak ke RSUD dan bertanya-tanya ke pasien soal pembayaran biaya rumah sakit. Lantas minta supaya uang yg sudah dibayari oleh warga ketika berobat dikumpulkan kuitansinya dan minta pemda mengganti uangnya. Itu sesuatu yang tidak seharusnya terjadi, Mudah-mudahan ini bukan bagian dari intimidasi terhadap pasien atau rumah sakit,” kata Tim Kajian Pemenangan Paslon ZR, Akram Sadli, Rabu (11/11) di Batulicin.
Kedua, lanjutnya, sepertinya ada indikasi peristiwa yang terjadi pada W seolah-olah ‘settingan’. Karena diberitakan sebelumnya W ditolak, namun kemudian dilanjutkan berita kedua jika W digratiskan setelah sidak Ketua dan sejumlah anggota DPRD termasuk, “diekori” mantan bupati Tanah Bumbu diwaktu yang berdekatan.
“Harusnya dapat dipahami bahwa pengobatan di RSUD gratis, cukup dengan KTP dan KK atau KIA, ini sudah berlaku sejak lama. Persoalan masyarakat menggunakan BPJS silahkan karena ini memang instruksi pemerintah pusat. Adapun yang terkendala dengan tunggakan BPJS, pemerintah daerah membantu membayarkan tunggakan sehingga bisa mendapatkan pelayanan kesehatan gratis,” tegas Akram.
Menurut Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Tanah Bumbu ini, yang mengemuka pelayanan kelas 3 RSUD. Oleh karena itu bupati Sudian Noor melalui Dinas Kesehatan mengeluarkan surat per 5 Oktober 2020, untuk mempertegas bahwa masyarakat yang bermasalah dengan tunggakan BPJS, dibantu pemerintah daerah, sehingga pelayanan di RSUD gratis.
“Surat 5 Oktober 2020, sebenarnya itu hanya memperjelas, jika rumah sakit melayani dengan gratis,” tegasnya.
Ditambahkannya, pasangan calon bupati dan wakil buoati nomor urut 1 dan 3 memiliki program kerja yang nyaris sama tentang kesehatan gratis. Namun konsep keduanya berbeda. Jika Paslon SHM MAR mengusung program kesehatan gratis dengan KTP, sebaliknya paslon Zairullah-Rusli lebih ringan, warga mendapatkan kesehatan gratis tanpa harus membawa KTP, tapi dilayani lebih dulu, identitas menyusul.
“Bagi saya jika masyarakat ingin memberikan saran atau siapapun itu, silahkan sampaikan kepada pemerintah daerah atau memanggil SKPD terkait di DPRD. Namun jangan ada kesan intimidasi terhadap pasien atau rumah sakit. Kita ini perlu bersinergi menyelesaikan masalah bukan membuka aib,” jelas Akram yang juga mantan anggota Dewan Pengawas RSUD dr. H. Andi Abdurrahman Noor.
Terpisah, Wakil Ketua DPRD Tanah Bumbu, Agoes Rahmadi, S.AP menyayangkan aksi sidak koleganya di RSUD milik pemkab itu langsung dirilis ke publik. Seharusnya hasil temuan di lapangan dibahas bersama legislatif dan eksekutif, baru dipublikasikan.
“Bicara sidak, yang berhak melakukannya instansi resmi. Bisa DPRD, bisa Eksekutif, dalam hal ini Bupati yang sifatnya mendadak. Hasil sidak tidak serta merta langsung dipublikasikan. Harusnya temuan itu dibicarakan dulu antara legislatif dan eksekutif,” katanya saat dihubungi, Rabu (11/11).
Terkait program kesehatan gratis, pemerintah daerah menggelontorkan anggaran sebesar Rp. 6 miliar rupiah melalui APBD kabupaten. Sasarannya bagi masyarakat kurang mampu dan yang belum menjadi peserta BPJS. Dua kriteria ini yang masuk klasifikasi penerima program ini.
“Ada kami (DPRD) anggarkan. Untuk teknis pelaksanaan di lapangan kewenangan eksekutif. Sedangkan legislatif kapasitas mengawasi,” lanjutnya.
Terkait masyarakat yang ‘mendompleng’ ikut DPRD melakukan sidak ke RSUD, Agoes menyarankan untuk klarifikasi ke yang bersangkutan, kapasitasnya sebagai apa.
“Sepengetahuan saya sebagai wakil ketua DPRD, sidak itu hanya 2 lembaga pemerintahan. Eksekutif dalam hal ini Bupati dan DPRD. Kalau masyarakat bukan sidak namanya, tidak ada kewenangan,” tegasnya.
Dirinya sendiri mengaku tidak mengetahui siapa saja dari unsur legislatif yang ikut dalam sidak tersebut, karena saat kejadian tidak berada di dewan. Tapi intinya ia berharap apapun temuan dalam sidak harus dibicarakan ditingkat eksekutif dan legislatif untuk membahas solusinya. *