Headline9.com, MARTAPURA – Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Kabupaten Banjar, menyebut, perbaikan jalan ambrol dan nyaris putus di Desa Gunung Ulin, Kecamatan Mataraman, Kabupaten Banjar, ditaksir memakan beban biaya besar.
Penyebab insiden tersebut, diduga karena aktivitas pertambangan yang berdekatan langsung dengan badan jalan. Kondisi kian diperparah, meski sempat ditangani pihak pertambangan. Pada akhirnya ambrol, akses mobilitas warga pun jadi terganggu.
Selain sebagai akses utama penghubung antar desa, jalan itu juga merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banjar. Rusaknya akses itu juga terekam dalam video berdurasi 57 detik dan tersebar di media sosial (medsos) hingga menuai berbagai tanggapan.
Berdasarkan hasil pantauan pewarta dan diperkuat survei lapangan Dinas PUPRP Kabupaten Banjar, Selasa, 16 Desember 2025, bahwa jalan yang sebelumnya memiliki lebar 6 meter dan kini jaraknya menyempit menjadi 3 meter membuat akses tersebut hanya bisa dilalui transportasi kendaraan jenis roda dua.
Panjang ambrol jalan Desa Gunung Ulin, Kecamatan Mataraman, Kabupaten Banjar itu diperkirakan berkisar 50 meter. Bukannya jauh dari radius berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (LH/BPLH), justru jalan itu berhadapan langsung dengan lubang tambang.
Kedalaman longsor capai puluhan meter dan sangat riskan apabila dilalui kendaraan roda empat. Seharusnya, jika mengacu Permen LH/BPLH Nomor 20 Tahun 2025 tentang jarak lubang tambang (aktif/tidak aktif) kurang dari 500 meter. Baik dari batas sungai, waduk, danau, laut, infrastruktur publik dan permukiman atau sebaliknya, aturan jarak memang tak sesuai kajian geoteknik. Artinya ada angka minimal mengurangi risiko terjadinya insiden.
Kepala Bidang (Kabid) Bina Marga Dinas PUPRP Kabupaten Banjar, Jimmy, mengungkapkan, agak berat apabila perbaikan jalan itu dibebankan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sementara, penyebab kondisi ini diduga adanya aktivitas pertambangan.
Dirinya meminta secara tegas agar solusinya juga dipikirkan pihak penambang. Selain itu, urusan ini juga harus dipikirkan pemerintah pusat, mengingat segala izin pertambangan adalah kewenangan pusat, bukan lagi daerah.
“Kalau bertumpu pada APBD, menurut saya agak berat. Saya tidak menyebut bahwa buang-buang anggaran ya tapi lebih kepada kesepakatan antara stakeholder (pihak penambang, red) tadi. Kalau berkaitan adanya aktivitas tadi, jujur itu bukan ranah kami karena hal ini kewenangannya pemerintah pusat (urusan pertambangan, red). Kembali lagi, kesepakatannya seperti apa, kecuali aktivitas pertambangan diterbitkan,” ujar dia, saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (16/12/2025).
Dia membantah, jika Dinas PUPRP Kabupaten Banjar tak merespon insiden itu. “Kalau memang sama-sama sudah ada solusinya ya bisa saja dilaksanakan perbaikan, apakah nanti dibuatkan trase jalan yang baru atau bagaimana. Dan itu harus duduk bersama tadi. Tapi, saya juga harus berdiskusi dulu dengan Kepala Dinas PUPRP Kabupaten Banjar,” ungkap Jimmy.
Sebelum insiden terjadi hingga ambrolnya jalan Desa Gunung Ulin diduga akibat aktivitas pertambangan, dirinya mengaku sudah beberapa kali memantau kondisi tersebut.
“Secara diam-diam pun sudah, bahkan kita juga sudah ada komunikasi dengan aparat desa di sana termasuk dengan pembakal (kepala desa) terkait kondisi jalannya baik sebelum terjadi sampai adanya insiden itu” ucapnya.
Berkaitan biaya yang harus dikeluarkan, menurutnya, bisa saja dilaksanakan perbaikan di lokasi tersebut. Seperti halnya pembangunan siring dan jalan di Desa Sungai Raya, Kecamatan Simpang Empat. Namun, dirinya secara tegas harus mengucurkan anggaran besar.
“Kita kan di Kabupaten Banjar ini juga banyak melaksanakan kegiatan infrastruktur. Kita estimasikan saja, seperti di Sungai Raya yang panjang penanganannya 60 meter sudah menghabiskan Rp4 miliar lebih. Kalau kita lihat kondisi di sana, itu jauh dua kali lipat lebih besar jika melakukan perbaikan,” paparnya.
Sementara, jalan dari Kahelaan – Pingaran yang berkisar 3 kilometer (KM) serta kondisinya kini kian rusak dan memprihatinkan, dugaan disebabkan muatan dump truck batu bara. Sementara, aktivitas pertambangan batu bara masih belum jelas statusnya, apakah itu kegiatannya legal (resmi) atau ilegal.
“Setahu saya, mungkin ya itu dilewati dump truck sawit. Bicara jalan di sana, memang cukup besar biayanya jika tiap kali diperbaiki, karena memang di sana ada aktivitas (pertambangan). Dan menurut saya, sekali lagi bukan buang-buang anggaran ya tetapi cost (biaya) perbaikannya tak sedikit,” tutupnya.
Reporter: Riswan | Editor: Nasrullah















