HEADLINE9.COM, MARTAPURA – Kambang baranteng adalah bunga khas Kalimantan selatan. Asal bunganya berasal dari Martapura kabupaten Banjar. Biasanya dipakai untuk keperluan ritual keagamanan, kematian, pernikahan hingga menyambut pejabat penting.
Ada juga segelintir kalangan yang menjadikannya oleh-oleh. Namun dibalik itu, ada legenda tentang sejarah atau asal usul keberadaan kambang barenteng ini hingga di jadikan bagian di kebudayaan Banjar sejak ratusan tahun lalu.
Kembang barentang adalah rangkaian bunga-bunga segar terdari dari melati, mawar, kenanga, dan kembang kertas. Konon, legenda asal usulnya hidup di kalangan para perajinnya atau dalam Bahasa Banjar disebut parentengan di Kawasan Bincau kecamatan Martapura kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan,
Para parentengan yang sudah senior di sana sangat hafal dengan kisah legenda ini. Seperti dituturkan Anang Sarpini petani melati di Desa Bincau . Dulu ada seorang puteri kerajaan bernama Nini Randa. Karena ada masalah, diterus terusir dari kerajaan, lantas hidup di hutan.
Hutan itu luas dan dipenuhi bunga atau kambang berbagai jenis yang di sebut pengambangan. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dia lantas membuat rangkaian bunga tersebut lalu dijualnya ke para para bangsawan.
Konon, dulu lokasi kerajaan ada di masjid Sabilal Muhtadin, situ ujar Anang, Nini Randa naik perahu jualan ke dekat sana. Rangkaian bungannya disukai para bangsawan itu dan laku keras.
Karena disukai kaum bangsawan, rangkaian bunga itu kemudian kerap dipakai dalam berbagai upacara hingga menjadi sebuah budaya yang lantas ditiru oleh rakyat. Nini Randa hidup di hutan itu hingga tua dan memiliki keturunan.
Dia kemudian mengajarkan ilmu merangkai kembang itu ke para keturunannya.
Hingga sekarang, para pengrajin kambang barenteng yang diyakini adalah para keturunan Nini Randa yang tetap melestarikan kebudayaan ini.
Sepeninggalnya, ada sepenggal cerita mistis juga yang berkembang di Bincau.
Diwaktu-waktu tertentu, arwah Nini Randa menampakan diri. Biasanya mereka yang Mencium wangi bunga di waktu Magrib akan didatangi arwah Nini Randa ini.
“Katanya, wujudnya seperti nenek bungkuk, tetapi dia tidak mengganggu, mungkin hanya menjenguk anak cucu keturunannya,” tuturnya Anang.
Namun sayangnya, katanya, generasi perentengan yang sekarang sudah tidak begitu akrab dengan legenda ini. Mereka yang tahu tentang ini hanya kalangan terdahulu, kalangan anak muda sudah tidak mengenal legenda ini.
Dulu waktu dirinya kecil, cerita ini sering didongengkan oleh ibunya, agar generasi seperti dirinya mengetahuai asal usul budaya merangkai kambang khas banjar ini. Oleh karena itu, di desa Bincau rata-rata berprofesi sebagai pengrajin kambang barenteng secara turun temurun.
Dari dahulu hingga sekarang, para penjual kambang barenteng ini banyak di temui di pasar tradisonal Martapura. Dan, di pinggir-pinggir jalan daerah Martapura. Berjualan dari pagi hingga sore. Kembang yang dijualnya beragam jenisnya ada yang berupa rentengan ada juga yang curah.
Menurut Aslam selaku penjual kembang, Kembang barenteng ini selain sebagai bagian dari upacara keagaman dan budaya, juga dapat dijadikan oleh-oleh. Terkadang ada saja turis asing yang tertarik, namun kekurangannya karena bunganya segar sehingga tidak bertahan lama.
Penjual kembang lainnya, Siti, mengatakan, kadang ada saja turis asing menghampiri meja berjualannya di pasar Martapura. Mereka tertarik sekali dan banyak bertanya-tanya tentang kembang ini. Mungkin karena berwarna-warni dan harum membuat mereka suka.(Novie/Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Banjar)
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.