Berdiri tegak, dengan tanda penghormatan yang terpatri di wajahnya, patung Sang Panglima Besar Jenderal Sudirman menjulang kokoh di kawasan Dukuh Atas, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta. Namun, ironisnya, patung yang menggambarkan sikap penghormatan ini seolah menjadi perumpamaan dari nasib Panglima Besar yang terus terlupakan di tengah gemerlapnya kemajuan zaman.
Panglima Besar Jenderal Sudirman, sosok yang seharusnya menerima hormat dari semua orang sebagai pengingat jasa-jasanya dalam perjuangan melawan penjajah dengan gerilya, bukannya sebaliknya. Patung ini seolah menjadi simbol yang menggarisbawahi bahwa kita terkadang lupa untuk mengenang dan memberikan penghargaan kepada pahlawan.
Patung Jenderal Sudirman telah berdiri tegak selama sekitar dua dekade, tanpa goyah meski terpapar hujan dan terik matahari. Namun, ia hanyalah menjadi salah satu elemen penghias kota yang sibuk, dan orang-orang yang datang untuk mengingatnya semakin jarang. Bagi sebagian besar masyarakat, ia mungkin hanyalah elemen tetap lanskap kota yang telah lama ada.
Kalaupun ada, kedatangan mereka untuk mengenang jasa Panglima Besar Jenderal Sudirman mungkin hanya berasal dari generasi tua, yang memiliki kenangan pribadi atau masih terhubung dengan masa lalu. Mereka mengenang saat nama besar Jenderal Sudirman menggema, dan cerita tentang perjuangannya melawan penjajah dan penyakit TBC yang tak menghentikan semangat perjuangannya.
Meskipun duduk dalam tandu yang dibopong oleh para pejuang lainnya, Sudirman tetap memimpin perjuangan melawan penjajah di tengah keterbatasan fisiknya. Namun, semakin hari, kisah heroik ini semakin meredup dalam ingatan kolektif.
Setelah Indonesia merdeka, dan negara terus bergerak maju, kita cenderung melupakan perjuangan mereka, termasuk Panglima Besar Jenderal Sudirman. Sosok yang pernah menjadi ikon perjuangan dan kepemimpinan dalam masa kemerdekaan kini digantikan oleh sebuah patung perunggu setinggi 6,5 meter.
Patung ini membangkitkan pertanyaan, apa artinya Patung Jenderal Sudirman untuk kita saat ini? Apakah ia hanyalah simbol visual di tengah kota metropolitan, ataukah ia seharusnya menjadi pengingat akan perjuangan dan pengabdian besar yang telah memberi kita kebebasan dari tirani?
Patung yang berdiri tegak bukanlah jaminan bahwa sejarah perjuangan akan selalu diingat atau dihargai. Pengenangan sejarah seharusnya tertanam dalam hati dan kesadaran kita, tak hanya tergantung pada patung-patung yang dibangun.
Bagaimanapun, Patung Jenderal Sudirman di Dukuh Atas adalah pengingat visual tentang seorang pahlawan besar yang layak dihormati dan diingat oleh kita semua, terlepas dari sejauh apa perjuangan dan pengabdiannya. Patung ini seharusnya mendorong kita untuk terus mengenang dan meneladani semangat perjuangan beliau, serta memastikan agar para pahlawan kita tidak terlupakan di tengah perubahan zaman.
Nasrullah
Jakarta, 3 November 2023