Headline9.com, BANJARBARU – Masyarakat adat di Kalsel gelisah, mengingat alotnya perda yang mengatur hutan adat belum diterbitkan.
Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalsel, Rubi, mengungkapkan, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pemerintah daerah (pemda) khususnya Kalsel harus mengeluarkan peraturan daerah (perda) untuk hutan adat.
Artinya, perda yang dimaksud merupakan alat hukum untuk mengembalikan hutan adat mereka sebagai pewaris sah atas kekayaan alam tersebut.
“Pemprov Kalsel telah mengeluarkan perda nomor 2 tentang masyarakat hukum adat. HSS juga menetapkan perda 19 tahun 2017 soal PPMHA. Karena perda ini sangat penting,” tuturnya usai acara lokakarya pengakuan dan perlindungan masyarakat hutan adat antara kementerian/lembaga, di salah satu hotel, di Banjarbaru, Kamis (14/12/2023).
Nyatanya keberadaan itu justru sampai sekarang belum diturunkannya surat keputusan (SK). Apalagi, belum ada tindaklanjut dari MHA. Padahal secara faktual masyarakat adat diakui keberadaannya.
“Malah tak satu pun daerah ditetapkan dengan dalih masih dalam proses,” ucapnya.
Padahal, dia berkata, kementerian dan lembaga pemerintah pusat sudah mengeluarkan aturan sah untuk menjadi turunannya sebagai acuan perda hutan adat yang harus diterbitkan kepala daerah.
Termasuk adanya Permendagri Nomor 54 Tahun 2014 terkait pedoman pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat atau MHA.
Dikuatkan lagi, surat edaran (SE) Dirjen Pemdes Nomor 189/3836/BPD yang membahas pengakuan dan perlindungan MHA yang ditujukan untuk gubernur, bupati, dan wali kota seluruh Indonesia.
“Kami mendesak agar pemda bisa memberikan pengakuan terhadap masyarakat adat. Juga meminta kepada kementerian LHK untuk menetapkan hutan adat,” ungkap Ketua AMAN Kalsel, Rubi.
Padalah, acap kali aturan ini mereka disosialisasikan. Namun, tetap saja berlangsung alot. Tapi, AMAN Kalsel terus mengawal keberlansungan hutan adat tetap lestari keberlangsungan hidupnya.
Ia mewanti-wanti, apabila ini ngotot tak urung diterbitkannya perda perlindungan hutan adat kemungkinan berdampak bagi warga asli yang bermukim sudah ratusan tahun lamanya. Hingga terpaksa turun gunung alias berpindah.
“Jelas, semua tokoh adat di Meratus akan turun gunung kalau hutan adanya terancam dan tak diakui,” ungkapnya didampingi tokoh adat lainnya.
Ia membeberkan, dampak lamban tak dikeluarkan peraturan hutan adat itu dibuktikan sudah terjadinya eksekusi pertambangan ilegal.
“Yang terjadinya dampak eksploitasi di Kalsel di antaranya Kotabaru, Tanah Bumbu, Tapin, Banjar, HSS, Balangan dan Tabalong,” ucapnya.
“Pertambangan ilegal terjadi di HSS dan HST. kami juga kawal terus hutan adat supaya kelestariannya tetap terlindungi dengan baik,” tutupnya.
Reporter : Riswan Surya
Editor : Nasrullah