Headline9.com, MARTAPURA – Ketua DPRD Kabupaten Banjar, H Muhammad Rofiqi, meradang usai mengetahui adanya dugaan penggelapan dana jasa pelayanan (jaspel) tenaga kesehatan (nakes) di salah satu puskesmas di Kabupaten Banjar. Mirisnya lagi, sudah berjalan selama 5 tahun terakhir.
“Ini sangat menyedihkan, melihat anggaran kesehatan yang tidak begitu besar ternyata ada penyelewengan dana di puskesmas itu yang menurut saya extraordinary crime (kejahatan yang luar biasa),” tegasnya, kepada headline9.com, Rabu (24/1/2024) petang.
Ia menegaskan, kalau dugaan ini benar-benar terbukti. Maka, kata dia, layak mendapat sanksi hukuman seberat-beratnya. “Di desa kalau kita sering turun ke lapangan, bicara Puskesmas ya to kondisinya seadanya tapi yang ada malah dananya diselewengkan, kacau,” cetusnya.
Selain mendidih mendengar kata penggelapan dana, dirinya berang, terhadap instansi yang menaungi puskesmas di Kabupaten Banjar tersebut. Bukannya mensejahterakan rakyat, menurut dia, malah sebaliknya membunuh rakyat secara perlahan-lahan.
Ditambah lagi, ketidaktahuan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Banjar atas dugaan penggelapan dana itu patut dipertanyakan, melihat kejadian ini sudah berjalan 5 tahun terakhir. Ia curiga, kejadian tersebut sudah disetting (diatur) dengan puskesmas tersebut seakan-akan menutup mata.
“Kalau perlu, saya sendiri yang melaporkan hal ini ke penegak hukum kalau data sudah ada, besok pun saya bawa. Kalau kaya gini kan kacau namanya,” paparnya.
Dia juga sangat menyayangkan, kadinkes setempat tak berhadir saat RDP tersebut digelar. “Bilang ini sama dia (kadinkes) ini bukan uangnya loh. Tetapi, ini uang rakyat. Bahaya, wajib kita telusuri,” cetusnya lagi.
Usai rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar, Rabu (24/1/2024) siang, Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Banjar, Gusti Abdurrahman, memberikan keterangan yang cukup monohok kepada Dinas Kesehatan setempat.
Bahwasanya, meski tak bisa berhadir pada RDP yang penetapannya sudah jadwalkan satu bulan sebelumnya, politisi senior dari Partai Golkar itu memberikan kebijakan kepada Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Banjar, Yasna Khairina, yang minimal harus ada jawaban tertulis.
“Memang ada surat tugasnya, tetapi sidang RDP hari ini cuman dihadiri kasi dan sekretaris saja. Selebihnya, kabid yang menangani ini juga ikut berangkat bersama kadinkesnya,” ucapnya.
Ia menerangkan, dugaan adanya penggelapan honor non gaji bagi tenaga kesehatan di puskesmas ini cukup memberikan dampak kecurigaan pegawainya di sana. Entah itu, perawat ataupun bidan yang bekerja dilingkungan puskesmas tersebut.
Dari kabar yang disampaikan Antung Aman —–sapaan akrab–, nakes yang bekerja di sana hanya menerima jatah pembagian tersebut sebesar Rp400 – Rp500 ribu per bulan.
Hal yang menguat adanya dugaan ini adalah surat kaleng yang dilayangkan ke Komisi IV DPRD Kabupaten Banjar, di mana ada poin penting dalam catatan pihaknya. Yakni diterimanya honor non gaji yang ternyata masih menggunakan sistem tunai. Padahal, sejak tahun 2022 Dinkes sudah mengintruksikan pembayaran non gaji ini secara transfer.
“Kalau itu benar adanya itu adalah penggelapan. Jelas, bukan ranah kami lagi tetapi sudah masuk ranah hukum,” kata Antung Aman.
Berdasarkan petunjuk teknis (juknis), dibeberkanya, pembagian jaspel itu sudah diatur kebijakannya. “60 persen untuk tenaga kesehatan dan 40 persen managemen. Nah, jadi kapitasinya (besaran pembayaran per bulan, red) berapa itu lewat BPJS – JKN. Nah, kami tanyakan ternyata mereka juga tidak tau,” ungkapnya.
Tak Tahu Kapitasi Nakes, BPJS Kesehatan Diduga Langsung Bayar Ke Puskesmas
Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar, Gusti M Kholdani, menyampaikan, dana jaspel yang diributkan itu ketahui memang langsung dari BPJS membayar ke puskemas.
Alasan dugaan penggelapan dana Jaspel itu, ia akan melakukan klarifikasi terlebih dahulu dan mengkomunikasikan hal tersebut kepada Kadinkes Banjar, Yasna Khairina.
“Memang ada disampaikan salah satu nakes terkait itu. Kita juga belum mengetahui jelas bagaimana sistemnya, kalau memang hak mereka itu sewajarnya tak boleh dilakukan,” singkat Kholdani.
Bermulanya dugaan ini pertama, penerapan yang dilakukan managemen puskesmas masih sistem tunai padahal fasyankes lain sudah memberlakukan sistem transfer.
Kedua, uang tunai yang diterima tenaga kesehatan ternyata tak sesuai dengan hasil cetak di rekening koran perbankan.
Ketiga, ATM dan buku tabungan atas nama mereka disimpan oleh pihak pengelola keuangan UPT puskesmas hingga sekarang. Dan keempat, tak dijelaskannya rincian uang terpotong melalui jaspel yang dibagikan.
Reporter : Riswan Surya
Editor : Nasrullah