Headline9.com, MARTAPURA – Pembahasan revisi Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banjar tahun ini, ditunda. Komisi III DPRD dan Dinas PUPRP Kabupaten Banjar sepakat, pembahasannya dilakukan lagi pada 2026 mendatang.
Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Banjar, H Abdul Razak, menyebut, tahun ini belum ada pembahasan soal Raperda RTRW. Melainkan, regulasi itu baru mendapat rekomendasi dari Kementerian Agraria Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Rekomendasi dimaksud, kata dia, sebagai langkah awal untuk ditindaklanjuti. Salah satunya adalah, tahapan dalam pelaksanaan kajian.
Alasan kuat ditundanya pembahasan Raperda RTRW Kabupaten Banjar 2021 – 2041, disebabkan berbagai unsur kepentingan. Razak menyebut, terhambatnya pembahasan soal regulasi yang mengatur tata ruang kewilayahan di Kabupaten Banjar, yakni salah satunya adalah mereka saat ini sedang dihadapkan dengan Program Strategis Nasional (PSN).
“Karena memang banyak kepentingan yang harus diakomodir terutama PSN kan, contoh persiapan pembangunan Bendungan Rian Kiwa dan PSN terkait Banjar Bakula sehingga perlu kajian yang komprehensif dan memerlukan waktu cukup panjang. Alasan mereka, karena waktunya tinggal tiga bulan. Itu terlalu sempit,” katanya, kepada media ini, Senin (6/10/2025). Atas rekomendasi yang telah dikeluarkan Kementerian ATR/BPN RI, maka konsultan yang ditunjuk oleh Dinas PUPRP Kabupaten Banjar melakukan kajian lebih dulu. Sebelum selanjutnya nanti, dibahas secara detail dengan Komisi III DPRD Kabupaten Banjar.
“Jadi kemarin itu belum pembahasan RTRW tapi baru sebatas kajian. Karena yang menyusun itu kan adalah pihak ketiga (konsultan), makanya kalau tiga bulan saya juga yakin tidak akan selesai pada 2025 ini. Kalau mempercepat tapi isinya tidak komprehensif, kita banyak juga harus diakomodir karena terjadi banyak perubahan dalam regulasi tersebut dan alasan pihak eksekutif menunda itu saya rasa sudah tepat,” ucapnya. Ditundanya pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang Wilatah (RTRW) Kabupaten Banjar ke tahun depan, Ketua Fraksi Partai Golkar tersebut menegaskan, murni tak ada didasari unsur berbagai kepentingan.
Tertundanya pembahasan RTRW hingga ke tahun depan, Apakah turut berdampak terhadap Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)? Razak menganggap itu tidak masalah. Pasalnya, pengesahan RDTR cukup dikeluarkan melalui Peraturan Kepala Daerah (Perkada) atau Peraturan Bupati (Perbup). Karena RTRW yang baru belum bisa dipergunakan dan sedang tahap proses kajian, maka RTRW yang disahkan sebelumnya menjadi acuan sementara.
“Peribahasanya itu, duluan anaknya daripada bapaknya. RTRW Kabupaten Banjar kan sudah ada duluan, sementara RTRW Provinsi Kalsel baru selesai artinya perlu direvisi lagi kan untuk penyesuaian. Kalau RDTR kita justru tidak masalah, bisa saja selesai tahun ini acuannya RTRW Provinsi tadi dan pengesahannya pun hanya sebatas di Perbup,” papar mantan Birokrat di Pemkab Banjar itu. Tak hanya RDTR yang dalam prosesnya bakal selesai tahun ini, Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pengelolaan Pemakaman juga ikut-ikutan mulus, bahkan tinggal menunggu evaluasi dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Selatan, dan selanjutnya dilakukan pengesahan untuk disetujui dan disepakati secara bersama-sama.
“Kemarin, regulasi itu sudah dilakukan harmonisasi di Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum (Kemenkum). Seluruh tahapan sebenarnya sudah selesai, tinggal menunggu evaluasi dari Pemprov Kalsel dan kita bahas satu kali lagi setelah itu baru bisa dibawa ke Rapat Paripurna untuk dilakukan pengesahan. Nah, selama tak bertentangan dengan RTRW dan RDTR sebelumnya, Raperda Pengelolaan Pemakaman juga tak masalah. Karena regulasinya cuman umum saja kan,” ucap Abdul Razak.
Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Tata Ruang dan Pengawasan Bangunan Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Kabupaten Banjar, Yudi Riswandi, menyebut, dasar penundaan pembahasan pasca dilakukan Peninjauan Kembali (PK) untuk RTRW dan RDTR, termaktub dalam Peraturan Menteri (Permen) Agraria Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nomor 11 Tahun 2021. “Berkaitan tentang itu, ternyata banyak hal yang harus dilalui, yakni dia kali Forum Discussion Group (FGD) dan dua kali lagi Konsultasi Publik (KP). Nah, dalam penyusunan revisinya itu dalam jangka waktu 12 bulan (1 tahun, red) setelah kemarin kita sudah mendapat rekomendasi PK RTRW. Dan kita baru mau masuk ke FGD II lalu nanti masuk lagi ke KP II, artinya konsultan perlu waktu untuk menyusun pembahasan yang sudah didapatkan dari FGD dan KP tersebut, perlu waktu sebulan dalam penyusunannya tuh. Berkaitan penetapan PK Perda RTRW 2021 – 2041 untuk mendapatkan persetujuan kalah tidak salah Maret atau 2025,” tuturnya.
Oleh sebab itu, Yudi beralasan, pembahasan tidak mungkin bisa dilakukan. Mengingat, ada syarat yang harus dipenuhi mereka agar perubahan RTRW dapat dilakukan. Pihaknya juga harus kembali melakukan kunjungan kerja (kunker) untuk pengajuan persetujuan substansi ke Kementerian Agraria Tatat Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), syaratnya anggota legislatif dilibatkan dan dituangkan ke dalam Berita Acara (BA).
“Itu harus ada kesepakatan antara Bupati Banjar dengan legislatif. Artinya, mereka (legislatif) tetap terlibat dalam Perda itu termasuk sudah terlibat dalam FGD dan KP itu sendiri. Substansi persetujuan juga dilibatkan dan dipastikan aspirasi masyarakat terakomodir melalui perwakilan dari anggota DPRD itu sendiri, atau melibatkan langsung dengan pelaku usaha lainnya ketika FGD dan KP dilaksanakan. Yang menjadi masalah lagi setelah persetujuan substansi, ada lagi rapat lintas sektor (linsek), tapi tidak bisa kita menentukan penjadwalan semau kita, itu level kementerian. Makanya pertimbangannya tak memungkinkan kita laksanakan sampai 2025, disisi lain juga tak bisa cepat. Ini bukannya gagal ya tapi pembahasannya saja dialihkan ke 2026, kalau tahapan proses persetujuannya dari kegiatan tersebut dipastikan jalan,” papar dia.
Yudi juga menegaskan, setelah persetujuan substansi PK mendapat legalitas penetapan dalam jangka 12 bulan. Penetapan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) RTRW yang disahkan menjadi Perda tersebut, kembali menambah durasi panjang yaitu selama enam (6) bulan. “Bukan soal kepentingan tidak diakomodir, tapi menyesuaikan dengan Permen ATR/BPN Nomor 11 Tahun 2021 tadi. Nah, kalau terkait Raperda Pengelolaan Pemakaman detailnya lebih ke RDTR,” pungkasnya.
Reporter: Riswan | Editor: Nashrullah