headline9.com, PALANGKARAYA – PT Kadira Nusa Permata Inti (PT KNPI) menegaskan kepatuhan penuh terhadap hukum setelah aksi pemortalan jalan dan pemasangan plang klaim wilayah dilakukan sekelompok warga Desa Dadahup, Kabupaten Kapuas, di area operasional perusahaan di Tampulang Estate, perbatasan Kapuas–Barito Selatan.
Aksi tersebut menghentikan seluruh aktivitas kebun selama hampir sepekan dan menimbulkan kerugian mencapai Rp 5,58 miliar.
Manajemen perusahaan menyatakan tindakan pemortalan itu bertentangan dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) dan mengganggu stabilitas operasional serta perekonomian pekerja lokal.
Kronologi peristiwa merujuk pada Berita Acara resmi tanggal 24 November 2025. Aksi awal terjadi pada 19 Oktober 2025, kemudian memuncak pada 19 November 2025 saat sekitar 70 orang massa yang dipimpin anggota DPRD Kapuas berinisial B menutup akses utama perusahaan.
Penutupan tersebut membuat operasi seperti pembuatan tanggul, pembersihan lahan, penanaman sawit, hingga pekerjaan harian terhenti total. Dampaknya, ratusan tenaga kerja lokal kehilangan aktivitas dan pendapatan sementara.
Dalam keterangan tertulis, PT KNPI menegaskan seluruh operasional perusahaan telah dijalankan sesuai putusan inkrah Pengadilan Negeri Buntok yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Palangkaraya. Perusahaan menyebut pemortalan serta intimidasi terhadap pekerja tidak memiliki dasar hukum.
“Kami menghormati putusan pengadilan dan selalu membuka ruang dialog konstruktif dengan masyarakat. Namun tindakan intimidasi, sweeping, dan klaim sepihak tidak bisa dibenarkan karena melanggar hukum dan mengancam iklim investasi,” tulis manajemen PT KNPI dalam pernyataan resmi.
Data internal perusahaan menunjukkan kerugian materiil selama 19–25 November 2025 mencapai Rp 5.584.334.040. Kerugian terbesar berasal dari terhentinya pekerjaan land clearing dan parit sebesar Rp 2,2 miliar, disusul pembuatan tanggul utama Rp 1,05 miliar, biaya tenaga kerja Rp 513 juta, serta kerugian aktivitas tanam dan bibit kelapa sawit senilai Rp 1,81 miliar. Perhitungan ini telah diverifikasi administrasi oleh manajemen kebun.
Akar persoalan bermula dari klaim sekelompok warga Dadahup yang menyatakan bahwa sembilan dari sepuluh sungai di wilayah Tampulang merupakan bagian dari wilayah administrasi Kabupaten Kapuas.
Klaim itu dibantah PT KNPI dengan merujuk amar putusan pengadilan bahwa objek sengketa berada di wilayah hukum Kabupaten Barito Selatan, sehingga aktivitas perusahaan yang mengantongi izin resmi dinyatakan sah dan dilindungi oleh hukum.
Perusahaan meminta aparat penegak hukum dan pemerintah daerah mengambil langkah tegas untuk memastikan keamanan aset, kepastian investasi, dan jalannya kembali aktivitas ekonomi masyarakat. Penutupan jalan, sweeping pekerja, dan intimidasi dinilai berpotensi mengganggu stabilitas sosial di kawasan tersebut.
“Negara harus hadir. Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Kami berharap situasi ini segera kondusif agar aktivitas perusahaan dan pekerja lokal bisa kembali berjalan normal,” ujar perwakilan manajemen dalam pernyataan penutup.
Kasus di perbatasan Kapuas–Barito Selatan ini kembali menyoroti pentingnya kepastian hukum dalam menjaga iklim investasi di Kalimantan Tengah. Pemerintah daerah dan aparat penegak hukum diharapkan bertindak cepat dan adil agar wibawa hukum tetap terjaga dan iklim usaha tidak terdampak oleh aksi sepihak yang bertentangan dengan keputusan pengadilan.






























