Senin, Desember 22, 2025
BerandaBanjarRaperda Pengelolaan Sampah di Kabupaten Banjar, Bukti Bekerja Atau Secarik Kertas?

Raperda Pengelolaan Sampah di Kabupaten Banjar, Bukti Bekerja Atau Secarik Kertas?

Headline9.com, MARTAPURA – Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup (DPRKPLH) Kabupaten Banjar, belum lama tadi tengah membahas Rancangan Perda (Raperda) Pengelolaan Sampah.

Tepatnya, Kamis, 5 Desember 2025. Pembahasan dilakukan lantaran Perda Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Sampah sudah tak sesuai lagi, seiring meningkatnya volume sampah akibat pertumbuhan penduduk, urbanisasi hingga meningkatnya konsumsi masyarakat.

Komisi III DPRD dan DPRKPLH Kabupaten Banjar juga sudah membahas 27 pasal dengan total 67 pasal. Pengusulan raperda baru, telah mengacu pada petunjuk Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLh) dan Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Sayangnya, dari 67 pasal yang dibahas bahkan sudah dilakukan harmonisasi, tak satupun pasal yang menekankan penanganan sampah di sungai. Padahal, persoalan sampah di sungai sempat dikritisi legislatif pada awal 2025, bertepatan pada Hari Sampah Nasional (HSN). Bahkan, sempat digelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPRKPLH, kecamatan dan kelurahan.

img 20251216 wa00353128075398335741013
KETERANGAN: Komisi III DPRD bersama DPRKPLH Kabupaten Banjar, tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pengelolaan Sampah, di ruang Komisi III, Gedung DPRD Kabupaten Banjar, Kamis, 5 Desember 2025 lalu.

Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Banjar, H Abdul Razak, menyebut, raperda tersebut hanya memfokuskan penanganan sampah rumah tangga. Bukan penanganan sampah di sungai.

Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) itu hanya merubah pola penanganan sebelumnya, menerima residu atau ampah yang sudah dipilah. Regulasi yang tengah digodok Pemerintah Kabupaten Banjar dan Komisi III DPRD Kabupaten Banjar itu juga menegaskan pasal pemberian sanksi.

“Betul, sampah di sungai juga merupakan sampah yang berasal dari rumah tangga. Untuk (aturan penanganan sampah di sungai, red) kita masukkan ke dalam aturan tersendiri. Ini lebih fokus kepada residu, karena regulasi sebelumnya bisa kami bilang sudah tak sesuai lagi mazhabnya,” ucapnya.

Sanksinya, ketika tak mematuhi pola dalam regulasi tersebut, beban yang dikenakan apabila terbukti melanggar adalah sanksi administrasi. “Ini sesuai harmonisasi dan KUHP yang baru,” bebernya.

Kepala Bidang (Kabid) Pengelolaan Sampah, Limbah Berbahaya dan Beracun DPRKPLH Kabupaten Banjar, Sutiyono, mengungkapkan, bahwa regulasi terkait penanganan sampah di sungai sebaiknya dibahas dalam rancangan Perda yang baru.

BACA JUGA :  Bupati Banjar Pantau Posko Lebaran Serta Meninjau Lokasi Ambruknya Ritel Modern Gambut

“Kalau aturan ini fokusnya memang sampah rumah tangga bukan sampah sungai. Jadi pemilahan dari rumah ke TPS3R, baru ke TPA dan kita hanya menerima residu. Kita targetkan rampung awal tahun 2026. Kalau itu (Raperda Penanganan Sampah Sungai, red) nanti kita bahas dulu dengan bidang lain dan bagian hukum. Termasuk juga dengan Komisi III DPRD Banjar,” ungkapnya.

Bikin Raperda Baru, Makan Anggaran Ditengah Efisiensi

Berbanding terbaik, ada kelurahan yang justru meminta agar ada pasal yang memuat terkait penanganan sampah di sungai. Itu disampaikan mereka, saat dilaksanakannya Sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Banjar, November 2025 lalu.

Jika Komisi III DPRD hingga DPRKPLH Kabupaten Banjar mengusulkan adanya Raperda baru terkait penanganan sampah di sungai. Pihak kelurahan justru tak menginginkan hal itu. Ditengah bakal menghadapi pemberlakuan efesiensi, hal tersebut lantas menghemat biaya pengeluaran. Berharap ditanggapi, tapi kabarnya tidak digubris.

“Kami sempat menyampaikan saat Sosialisasi Perda (Sosper) Pengelolaan Sampah kenapa tidak dimasukkan saja dalam pasal baru, tapi dari DPRKPLH tidak merespon. Jika dibuat lagi ke dalam rancangan perda baru maka akan memakan biaya anggaran, apalagi adanya ada efesiensi. Jadi, perlu dipertimbangkan kembali selama masih dalam pembahasan,” ucap Lurah Gambut, Akhmad Syaukani, pada Senin (15/12/2025).

Dirinya menyebut, selama ini yang jadi persoalan bukan hanya sampah rumah tangga. Tetapi, peliknya sampah sungai jadi masalah serius yang tak kunjung tuntas. Selain itu, tak ada ketegasan sehingga perlu diperjelas lagi dalam aturan. Sampah yang menumpuk di sungai juga jadi penyebab utama terjadinya banjir hingga sumber penyakit.

“Masyarakat bahkan beranggapan bahwa kelurahan punya anggaran untuk penanganan sampah di sungai. Terkait sosialisasi, kita sudah sering menyampaikan hal itu. Artinya, harus ada aturan atau regulasi yang mengikat untuk memberikan efek jera. Gambut ini kan termasuk wajah kota, artinya sampah di sungai sangat krusial. Dalam setahun, kita membersihkan tiga kali (sampah sungai, red) dan harusnya ada peran DPRKPLH, tidak hanya merumuskan regulasi saja,” bebernya.

BACA JUGA :  Paman Birin Lepas Kepulangan Presiden RI Jokowi

Fasilitasi; Bukan Hanya Selesai Di atas Kertas

Tentu, berkaca saat dilakukannya pembersihan di aliran Sungai Pemurus, Kelurahan Kertak Hanyar I, Kertak Hanyar. Dan Kelurahan Murung Keraton, Kecamatan Martapura, di Sungai Kalimati.

Lurah Murung Keraton, Johansyah, mengungkapkan meskipun regulasi itu telah dilakukan perubahan. Menurutnya, mengubah pola atau kebiasan masyarakat harus dipertegas dan memerlukan pendekatan dan sosialisasi yang intens.

“Memang harus ada pasal (penanganan sampah di sungai) itu agar lebih memperkuat efek jera serta menekankan bagaimana bisa menjadi kebiasaan masyarakat, karena wilayah bisa saya katakan agak sedikit unik. Kalau mau maksimal, DPRKPLH harusnya menyiapkan fasilitas penunjang misalnya tempat sampah tidak jauh, jadi masalah karena fasilirasnya tak didukung sehingga kebiasaan mereka buang sampah di sungai,” katanya.

“Sosper digelar hanya satu kali, yakni 5 Mei 2025 dan kami tidak tahu isi seperti apa. Tapi kalau hanya sekedar aturan saja tidak cukup, artinya perlu difasilitasi seperti tempat sampah tidak jauh dari rumah warga. TPS ada, namun jauh dari permukiman. Jadi bukan soal aturan saja yang ditegakkan, harus ada bukti,” cetusnya.

Ia juga menyayangkan bahwa Murung Keraton masih tercatat sebagai kawasan perkotaan dengan status kumuh. “Padahal kita merupakan pusat kota, dekat kawasan perekonomian masyarakat. Tapi masih berstatus kumuh, ini perlu peran DPRKPLH dan legislatif agar persoalan ini bisa teratasi. Kami tidak bisa berjalan sendiri tanpa adanya dukungan dari pemda, terlepas kerja sama dari warga sekitar. Penguatan sosialisasi sekaligus mencantumkan pasal penanganan sampah di Sungai agar Sungai Kalimati tak lagi namanya Kalimati lantaran adanya genangan sampah tadi,” papar Johan.

Raperda baru itu tak hanya melibatkan DPRKPLH, tetapi juga juga melibatkan Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Banjar. Hal ini menyusul perubahan pasal hingga pencabutan Peraturan Daerah (Perda) sebelumnya.

Reporter: Riswan | Editor: Nasrullah

- Advertisment -
RELATED ARTICLES
- Advertisment -
- Advertisment -
- Advertisment -

Most Popular