BANJARBARU – Dinas Perdagangan Provinsi Kalimantan Selatan (Disdag Kalsel) memperketat pengawasan terhadap potensi peredaran beras oplosan, terutama di toko ritel modern.
Kepala Disdag Kalsel, Ahmad Bagiawan, menjelaskan beras oplosan bukan berarti palsu, tetapi isinya tidak sesuai dengan label yang tertera. “Misalnya, merek tertentu dijual, tapi isinya tidak murni 100 persen dari produsen tersebut,” ujarnya, Selasa (29/7/2025).
Investigasi yang dilakukan sejak 10 hari lalu menunjukkan pasar tradisional masih aman dari beras oplosan. Namun, berbeda dengan ritel modern, ditemukan tiga merek beras kemasan yang diduga tidak sesuai label. Sampel beras tersebut telah dikirim ke Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Banjarbaru untuk diuji.
“Hasil uji menguatkan dugaan adanya ketidaksesuaian isi dan label kemasan,” jelas Bagiawan yang akrab disapa Gia. Meski begitu, ia mengimbau masyarakat agar tidak panik.
Menurutnya, mayoritas masyarakat Banjar lebih terbiasa mengonsumsi beras lokal atau “beras karau” yang teksturnya tidak pulen. Kondisi itu membuat masyarakat relatif tidak tertarik pada beras oplosan yang biasanya jenis pulen.
Kalsel sendiri mencatat surplus produksi beras. Dari 1 juta ton gabah per tahun, dihasilkan sekitar 550 ribu ton beras, sementara kebutuhan konsumsi hanya 450 ribu ton. Surplus sekitar 100 ribu ton biasanya disalurkan ke Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.
Meski kondisi pasar tradisional terpantau aman, Disdag Kalsel tetap memperketat pengawasan. “Kami terus berkoordinasi dengan aparat penegak hukum, termasuk Polda Kalsel. Kemarin juga ada pertemuan lintas sektor bersama Bank Indonesia untuk pengendalian inflasi,” tambahnya.
Gia juga mengimbau masyarakat agar lebih cermat ketika membeli beras kemasan di toko modern. “Jika ada kejanggalan atau isi tidak sesuai label, segera laporkan ke Dinas Perdagangan,” pungkasnya.