Headline9.com, MARTAPURA – Ketua DPC APDESI Kabupaten Banjar, Kasmayuda, mengaku, usulan Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) tingkat desa telah disusun berdasarkan Rencana Kerja Pemerintahan Desa (RKPDes). Namun, klaim tersebut didasari pengajuan proposal yang disodorkan mengatasnamakan penyedia pengadaan barang.
Tak hanya menyodorkan pengajuan proposalnya lewat desa saja, tetapi menyeret Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Banjar hingga tingkat kecamatan di masing-masing wilayah.

“Memang ada proposal penawaran oleh penyedia, ada secara langsung ke desa, ada ke kecamatan dan bahkan ke Dinas PMD Banjar,” ucapnya, ditemui saat kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) bersama Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Banjar, di salah satu hotel, Kota Banjarmasin, Minggu, 21 September 2025.
Dirinya mengakui untuk daftar pengadaan memang ada, tapi lebih kepada belanja menggunakan Anggaran Dana Desa (ADD). Bahkan, itu difasilitasi Dinas PMD dengan dukungan tambahan yang disetujui Bupati Banjar Saidi Mansyur, lewat Surat Keputusan (SK). Ditanyakan usulan tersebut apakah ada pihak lain yang mengarahkan agar membeli barang sesuai daftar? Gestur Kasmayuda, agak lain.
“Tidak ada, itu tidak ada. Kalau diarahkan ya itu memang namanya intervensi. Berkaitan penyedia, ketemu pun saya juga tidak pernah. Yang jelas, masing-masing desa di 277 melaksanakan belanja barang tergantung kebutuhan, meskipun sudah ada daftar barang yang disarankan untuk dilakukan pembelian,” ucapnya.
Selain adanya dugaan keterlibatan kecamatan dalam pengadaan tersebut. Kasmayuda menyebut, keterkaitan Dewan Pimpinan Kecamatan (DPK) alias APDESI kecamatan lebih jelas, karena merupakan kepanjangan tangan dari kabupaten, termasuk penyusunan PBJ itu sendiri. Dirinya menegaskan, data dalam pengadaan, baik barang maupun permintaan jasa dipegang masing-masing oleh DPK.
“Desa itu kan memilih barang sesuai kebutuhan dan memang itu ada daftar khususnya ADD. Kewenangan desa juga berhak atau bebas memilih. Apalagi penggunaan dana desa (DD), ya itu terserah mereka menggunakannya. Tidak ada paksaan kan,” cetusnya. Dalam prosesnya, kembali lagi bahwa 277 pemerintahan desa (pemdes) dianggap lebih membutuhkan PBJ itu.
Mengenai ada barang yang terpaksa dibayar Pemdes lantaran tak masuk dalam RKPDes? Kades Bakambat itu mengungkapkan, itu hanya perkara miskomunikasi. Mengingat, pemesanan barang lewat DPK.
“Barang itu kan dipesan melalui DPK masing-masing. Yang jadi masalah adalah barangnya sudah dikirim, tiba-tiba desa menginginkan barang lain atau mengubah jenis barang yang telah dipesan, menganggap barang itu tidak sesuai kebutuhan,” katanya. Jika ada Pemdes yang merasa barangnya tak sesuai, lanjut Kasmayuda, seharusnya dikembalikan.
“Kalau itu tidak sesuai ya bisa saja dikembalikan dan itu dapat diatur lewat DPK. Begitu juga terkait barang yang sudah terlanjur dibayar karena tidak masuk dalam Rencana Kerja Pemerintahan Desa (RKPDes),” pungkas Kasmayuda.
Reporter: Riswan | Editor: Nashrullah