1. Home
  2. »
  3. esai
  4. »
  5. Penjara Datang Bergantian, Berganti Rupa

Penjara Datang Bergantian, Berganti Rupa

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Print
Reddit
foto ilustrasi sumber net

SEORANG yang dinyatakan sehat oleh salahsatu tempat karantina di kotanya, tersenyum sumringah sambil mengambil nafas dalam sebagai rasa bahagianya.  Dia duduk santai sambil menunggu jemputan datang untuk membawanya pulang dari tempat yang ‘memenjarakan’ dirinya selama berminggu-minggu.

Dalam hatinya, dia berkata, “akhirnya bisa pulang juga dana berkumpul dengan keluarga dan kebebasanku kumiliki lagi.”

Dengan langkah pelan tapi pasti, lelaki tersebut melangkahkan kakinya dari salah satu gedung yang menjadi tempat istirahatnya selama kebebasannya terkekang untuk meiat dunia luar, menuju satu ruangan untuk mengambil surat yang menyatakan dirinya sudah bisa ‘bebas’ dari tempat tersebut.

Semakin waktu bertambah, hatinya semakin senang, pasalnya selain surat kebabasan dirinya sudah ada ditangan, jembutan yang akan membawa dirinya  pulang ke tengah keluarga juga sudah meluncur menuju tempat karantina tersebut.

Ditengah kebagiaan yang menyelimutinya, dia tidak dasar kalau sebenarnya dia tidak bebas sepenuhnya. Melainkan ada ‘penjara baru’ yang sedang menantinya. Selain harus kembali menjalani karantina mandiri selama 14 hari di rumahnya, namun ia juga akan memasuki penjara baru yang berberda.

Adalah penjara rumah tangga, yang tak bisa diindahkannya. Diriya tidak akan bisa bebas sepenuhnya. Sebab, banyak aturan-aturan yang tak tertulis yang tidak bisa dilanggarnya sebagai kepala rumah tangga.

Kenapa  rumah tangga sebagai penjara ? iya karena dalam rumah tangga tidak bisa semua orang berlaku sekehendak hatinya, ada aturan yang harus dipatuhi sesuai peraknya dalam rumah tangga itu sendiri.

BACA JUGA :  Kata, Waktu dan Realita di Siklus Lima Tahun

Misalnya , seorang istri yang harus melayani kebutuhan suami dan anak-anaknya, mulai dari menyiapkan makanan, pakain dan sebagainya, begitu juga sebagai seorang anak yang harus belajar  dari waktu yang sudah ditetapkan. Juga sang suami harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup istri dan anak-anaknya, serta untuk dirinya sendiri.

Lebih lusa dari rumah tangga, kita semua sebenarnya terpenjara oleh namanya pekerjaan. Hampir semua orang tidak bisa bebas dari belenggu pekerjaannya. Tanpa  disadari, kita tidak bisa melawan ketentuan dalam pekerjaan kita. Kecuali kita tidak butuh pakaian, makan, minum dan keluarga serta tempat berteduh dari panas dan hujan.

Dalam pekerjaan, ada penjara aturan. Misalnya sebagai seorang pegawai, ada aturan yang ditati dan tidak bisa dilawan. Kalau melakukan diskresi tentunya ada konsekuensi harus dihadapi. Aturan tersebut kadang membuat kita lelah, bertentangan dengan hati nurani dan lain sebagainya. Kadang, penjara aturan ini kerap membuat kita makan tak enak tidurpun tak nyenyak, tapi harus tetap dijalankan sesuai ketentuannya.

Kadang ada juga orang beranggapan masih ada pekerjaan yang tidak membutuhkan aturan, seperti petani. Dia bisa saja pergi kesawah sebekendak hatinya. Sama juga dengan pedagang, yang bisa leluasa kapan mau membuka dan menutup dagangannya dan tidak ada aturan yang mengatur hal tersebut secara tegas.

BACA JUGA :  Depot Sari: Tempat di Mana Rasa dan Sejarah Berpadu Harmonis

Namun nyatanya mereka masih terbelenggu nafsu dan keinginan. Nafsu untuk mendapatkan keuntungan sebanyak banyaknya dari hasil kerjanya, serta keinginan untuk memiliki sesuatu yang bisa digunakan untuk dirinya dan keluarganya. Adanya tuntutan tersebut yang secara tidak langsung sudah memenjarakan dirinya, sehingga para pedagang membuka dagangannya sepagi mungkin, dan pulang sampai tempat jualannya sepi. Begitu juga dengan petani yang pergi ke sawah pagi sekali dan pulang menjelang azan ashar kadang sampai mendekati azan magrib.

Yah, sebenarnya tidak ada dari kita yang dapat benar-benar memiliki kebebasan yang sebenar-benarnya bebas. Semua ada aturan, ada batasan yang tidak boleh dilanggar. Bahkah Giban mengungkapkan, “Cinta adalah satu-satunya kebebasan di dunia karena ia begitu tinggi mengangkat jiwa, dimana hukum-hukum kemanusiaan dan kenyataan alam tidak mampu menemukan jejaknya.”

Apalagi seperti kondisi sat ini, ditengah pandemi covid-19, adanya protokol kesehatan yang ketat, yang sangat jelas merenggut beberapa kebebasan kita. ini harus kita hadapi dengan santai dan patuhi, karena sudah dari awal kita tidak memiliki kebebasan sepenuhnya. Jalani dengan enjoy dan tanpa tertekan. Nikmati…. ****

penulis nasrullah

<

p style=”text-align: justify;”>

Baca Juga